Rabu, 03 Agustus 2016

SUNAH HAJI

Sunah Haji

Dalam mengerjakan ibadah haji, ada beberapa sunah yang perlu dikerjakan seperti berikut ini...
a. Salat Sunah di Hijir Ismail
Salat sunah ini dapat dilaksanakan kapan saja apabila keadaan memungkinkan
b. Membaca talbiyah
Talbiyah sunah dibaca selama ihram sampai melontar Jamrah Aqabah pada hari nahar (Iduladha). Bacaan talbiyah adalah...
Artinya: 
Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. 
c. Salat sunah tawaf di belakang Maqam Ibrahim
d. Memasuki Ka'bah (rumah suci) sambil berdoa


DAFTAR PUSTAKA
http://www.artikelsiana.com/2015/09/pengertian-haji-syarat-rukun-jenis-tata.html

WAJIB HAJI


Wajib Haji
1. Niat Ihram dari Miqat.
Miqat dapat diartikan batas waktu (miqat zamani) atau batas tempat (miqat makani). Dalam hal ini yang dimaksud dengan niat ihram dari miqat adalah niat ihram harus dilakukan pada masa dan di tempat miqat yang telah ditentukan oleh Rasullah SAW.
Bagi jamaah haji dari luar kota Mekkah diwajibkan melaksanakan niat ihramnya ditempat miqat atau pada saat melewati miqat tersebut. Bila hal ini tidak dilakukan , maka wajib baginya membayar Dam, baik disengaja  maupun tidak disengaja . dalam hal ini Dam-nya adalah menyembelih kambing di tanah  suci (Mekkah) dan dibagikan untuk orang-orang miskin di kota tersebut.
Tempat-tempat miqat tersebut adalah :
  1. Al-Juhfah
  2. Dzatu Irqin
  3. Dzul Hulaifah atau Bir Ali
  4. Yalamlam
  5. Qarnul Manazil.
Untuk jamaah haji yang datang dari Indonesia dengan pesawat langsung menuju Mekkah, maka miqatnya adalah Dzatul Irqin atau garis sejajar diatas tempat tersebut. Bagi jamaah yang menuju ke Madinah, maka wajib miqatnya dari Dzul Hulaifah (Bir Ali’).
2. Berpakaian Ihram
Bagi jamaah haji yang akan berihram diwajibkan mengenakan pakaian ihram. Bagi laki-  laki pakaian ihromnya adalah dua lembar kain yang tidak berjahit, satu lembar untuk menutup bagian bawah dan satu untuk menutup bagian atas tubuhnya. Tidak diperkenankan mengenakan pakaian selain 2 lembar kain tersebut termasuk pakaian dalam. Tidak diperkenanan pula bagi laki-laki mengenakan sepatu atau sandal yang menutupi mata kaki.
Sedangkan pakaian ihrom bagi kaum wanita adalah busana muslimah yang menutupi aurat kecuali muka dan pergelangan tangan.
3. Bermalam (Mabit) di Muzdalifah.
Pada saat jamaah meninggalkan Arafah menuju Mina, maka wajib terlebih dahulu bermalam di Muzdalifah. Waktu bermalam di Muzdalifah ini adalah malam hingga sesaat sesudah sholat shubuh sebelum matahari terbit. Bagi wanita dan orang-orang tua yang lemah diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah sesudah tengah malam.
Amalan sunnah yang menyertai mabit di Muzdalifah ini adalah :
  1. Menjama’ takhir dan qashar sholat Maghrib dan Isya’ setelah sampai di Muzdalifah sebelum tengah malam.
  2. Banyak berdzikir dan berdoa.
  3. Mengumpulkan batu kerikil untuk jumrah bila berkesempatan.
  4. Sholat subuh di sana sebelum berangkat melanjutkan perjalanan ke Mina.
4. Bermalam (Mabit) di Mina.
Pada saat sampai di Mina pada hari Nahar dan Tasyriq, maka diwajibkan bagi jamaah untuk bermalam di Mina pada malam ke-11 dan 12 untuk yang menginginkan 2 malam (Nafar Awwal), atau malam ke-11, 12 dan 13 untuk yang menginginkan 3 hari (Nafar Tsani), yang merupakan keutamaan.
5. Melontar Jumroh.
Bagi jamaah haji diwajibkan melempar batu-batu kecil terhadap 3 tugu, yang disebut :
  1. Jumrotul Ula.
  2. Jumrotul Wustho’.
  3. Jumrotul Aqobah.
Melontar Jumroh ini ada 3 tahap untuk Nafar Awwal dan 4 tahap untuk Nafar Tsani.
Tahap 1 :
Melempar Jumrotul Aqobah saja pada hari Nahar (tanggal 10) dengan 7 buah  batu satu persatu. Waktu yang paling baik adalah waktu Dhuha. Tidak mengapa bila terpaksa hingga sore hari.
Tahap 2 :
Melempar Jumrotul Ula, dilanjutkan melempar Jumrotul Wustho, dan dilanjutkan melempar Jumrotul Aqobah, secara beruntun, masing-masing 7 kali lemparan pada hari Tasyriq (11 Dzulhijjah). Waktunya sesudah Dzuhur.
Tahap 3 :
Melempar seperti tahap 2  untuk hari Tasyriq (12 Dzulhijjah).
Tahap 4 :
Melempar seperti tahap 2 untuk hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).
6. Menyembelih qurban bagi yang berhaji Tamattu’ dan haji Qiran.
7. Thawaf Wada’.
Thawaf Wada adalah thawaf yang dilakukan ketika jamaah haji atau umrah akan meninggalkan kota Mekkah sesudah selesai melaksanakan ibadah haji dan umrahnya. Thawaf ini tanpa disetai Sa’i.
“Janganlah seseorang diantara kamu pulang melainkan akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah. “ (H.R. Muslim).
Bagi wanita nifas dan haid tidak diwajibkan melakukan thawaf Wada’ ini.
8. Tidak melanggar larangan ihrom.
Adapun larangan ihrom yang wajib diikuti adalah :
  1. Tidak berkata cabul, kefasikan atau berdebat.
  2. Tidak mencabut atau menggunting/mencukur bulu atau rambut di badan.
  3. Tidak  memotong kuku, tidak  memakai wangi-wangian  (termasuk sabun atau bedak yang mengandung parfum).
  4. Tidak memakai sepatu dan menutup kepala bagi laki-laki.
  5. Tidak memakai kaos tangan untuk wanita.
  6. Tidak boleh  bermesraan suami-istri, tidak  boleh meminang, dipinang, menikah atau dinikahkan.
  7. Tidak boleh berburu.
  8. Tidak mencabut/memotong tanaman.



DAFTAR PUSTAKA
http://thayiba-tora.co.id/materi-manasik-haji/234-rukun-wajib-dan-sunnah-haj

HAJI



RUKUN HAJI
Dalam ibadah haji terdapat 6 rukun haji yang harus dilaksanakan sesuai urutannya. Urutan rukun haji yaitu ihram, wukuf, tawaf ifadah, sa’i, tahallul dan tertib. Adapun penjelasannya sebagai berikut.
1.       Niat Haji / Ihram
Ihram yaitu niat untuk masuk ke dalam manasik haji. Jika ada yang meninggalkan ihram, maka hajinya tidak sah. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Wajib ihram ada tiga yaitu:
  1. Ihram sejak dari miqot.
  2. Tidak memakai pakaian yang ada jahitannya (yang menunjukkan lekuk anggota tubuh). Untuk laki-laki dilarang memakai baju, mantel, jubah, imamah, penutup kepala, khuf atau sepatu. Untuk wanita tidak boleh memakai cadar atau niqob dan juga sarung tangan.
  3. Bertalbiyah.
Adapun sunnah ihram yaitu:
  1. Mandi.
  2. Memakai minyak atau wewangian.
  3. Memotong bulu ketiak, bulu kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku sehingga ketika dalam keadaan ihram tidak perlu lagi membersihkan hal tadi, bahkan itu dilarang saat ihram.
  4. Untuk laki-laki Memakai izar atau sarung dan rida’ atau kain atasan berwarna putih bersih dan memakai sandal. Sedangkan untuk wanita boleh memakai pakaian apa saja yang disukainya, tidak harus warna tertentu, asal tidak menyerupai pakaian laki-laki dan tidak pula menimbulkan fitnah.
  5. Berniat ihram setelah sholat.
  6. Memperbanyak bacaan talbiyah.
Lafazh talbiyah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ.لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ.إِنَّ الحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالمُلْكُ.لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa syariika lak”. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu). Ketika bertalbiyah, laki-laki disunnahkan mengeraskan suara.
2.      Wukuf di Arafah
Wukuf di padang Arafah merupakan rukun haji yang terpenting. Orang yang tidak melaksanakan wukuf, berarti hajinya tidak sah. Ibnu Rusyd berkata, “Para ulama telah sepakat bahwa wukuf di padang Arafah merupakan bagian dari rukun haji dan barangsiapa yang luput atau meninggalkannya, maka harus ada haji pengganti atau hajinya diulang tahun berikutnya.”
Nabi bersabda, “Haji adalah wukuf di Arafah.” (HR. An Nasai no. 3016, Tirmidzi no. 889, Ibnu Majah no. 3015. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Yang dimaksud wukuf yaitu hadir dan diam berada di daerah Arafah, baik itu dalam keadaan sadar, tertidur, berkendaraan, duduk, berjalan atau berbaring, entah itu dalam keadaan suci atau tidak suci (junub, haidh, nifas) (Fiqih Sunnah, 1:494).
Waktu wukuf dimulai dari matahari tergelincir atau waktu zawal pada hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah sampai waktu terbit fajar Subuh pada hari nahr tanggal 10 Dzulhijjah. Jika wukuf dilaksanakan selain pada waktu tersebut, maka wukufnya tidak sah berdasarkan kesepakatan para ulama.

3.       Tawaf Ifadah
Tawaf yaitu mengitari Ka’bah sebanyak 7 kali. Allah berfirman,“Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al Hajj: 29)

Syarat-syarat tawaf:
  1. Niat melakukan tawaf
  2. Suci dari hadats (pendapat mayoritas ulama)
  3. Menutup aurat karena sama seperti sholat
  4. Tawaf dilakukan di dalam masjid, tak apa jauh dari Ka’bah juga
  5. Ketika bertawaf, Ka’bah berada di sebelah kiri
  6. Tujuh kali putaran
  7. Dilakukan berturut-turut
  8. Tawaf dimulai dari hajar aswad
4.      Sai
Sa’i ialah berjalan dari Shofa ke Marwah dan sebaliknya dalam rangka ibadah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اسْعَوْا إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ السَّعْىَ
“Lakukanlah sa’i karena Allah mewajibkan kepada kalian untuk melakukannya.” (HR. Ahmad 6: 421. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).
Syarat sa’i:
  1. Niat.
  2. Berurutan antara thowaf, lalu sa’i.
  3. Dilakukan berturut-turut antara setiap putaran. Namun jika ada sela waktu sebentar antara putaran, maka tidak mengapa, apalagi jika benar-benar butuh.
  4. Menyempurnakan hingga tujuh kali putaran.
  5. Dilakukan setelah melakukan thowaf yang shahih.

5.      Tahallul
Tahallul adalah diperbolehkannya kembali jemaah melakukan apa yang dilarang saat ihram. Simbol dari tahallul yaitu minimal memotong rambut sebanyak 3 helai, namun tidak jarang yang menggunduli rambutnya. Dengan ini, maka apa yang dilarang saat ihram, menjadi boleh dilakukan.
Semua mazhab berpendapat bahwa tahallul merupakan wajib haji. Namun mazhab syafi’i berpendapat kalau tahallul termasuk rukun haji.

6.      Tertib
      Tertib ialah mengerjakan semua rukun-rukun haji sesuai urutannya dan tidak boleh ada yang terlewat. Tidak hanya haji, banyak ibadah dalam syariah Islam yang memasukan tertib sebagai rukun dan biasanya menjadi rukun terakhir.
      Sedangkan rukun sendiri bermakna apa-apa yang harus dijalankan. Sehingga dengan adanya rukun tertib, kita tidak boleh meloncati rukun-rukun yang telah ditetapkan dan membuat umat Islam sedunia seragam dalam menjalankan ibadah.



DAFTAR PUSTAKA